BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Menurut Sartono
Kartodirdjo sejarah itu mengandung dua pengertian yang naratif dan sejarah yang
menggunakan teory metodologi. Sejarah naratif itu adalah cerita. Sejarah naratif
dapat dilakukan oleh siapapun, diluar sejarawan pun dapat melakaukannya.
Sejarah naratif itu bersifat implisit, deskriptif, berdasarkan common sense
belaka, tidak membutuhkan teori dan konsep dalam penulisannya.
Pengertian sejarah
yang kedua yaitu sejarah yang menggunakan teori metodologi. Sejarah demikian
hanya berlaku dikalangan sejarawan. Sejarah dengan menggunakan teori dan
metodologi sejarah. Penulisan sejarah disini dengan menggunakan konsep dan
teori atau bisa dikatakan dengan penggunaan pendekatan ilmu-ilmu social lainnya
(multidimensional approach ). Sejarah disini bersifat eksplisit analitis.
Penulisan sejarah yang demikian memerlukan ilmu filsafat untuk memahami teori
dan konsep yang digunakan.
Sejarawan bisa
dikatakan adalah arsitek dari pembangunan dari peristiwa masa lalu. Pekerjaan
sejarawan sendiri yaitu sebagai perekontruksi peristiwa masa lalu. Rekntruksi
sejarah itu dibangun atas dasar fakta-fakta. Dalam rekontruksi sejarah ini
dibangun atas dua proses pengertian. Pertama sejarah dalam arti obyektif dan
sejarah dalam arti subyektif. Sejarah dalam arti kata obyektif yaitu kejadian
atau peristiwa itu sendiri, hanya sekali terjadi, tidak berulang.
Proses kedua yaitu
sejarah dalam arti subyektif. Sejarah dalam arti subyektif ini ialah hasil
karya sejarawan itu sendiri. Sejarah yang sudah melewati pikiran darri
sejarawan. Sejarah dalam arti subyektif adalh konstruk bangunan yang disusun
oleh penulis sebagai suatu uraian cerita. Uraian cerita tersebut berdasarkan
fakta-fakta yang menggunakan suatu gejala sejarah.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas dapat
diidentifikasikan rumusan masalah sebagai berikut :
A.
Apa
pengertian sejarah ?
B.
Apa
sumber sejarah
BAB II
PEMBAHASAN
A .PENGANTAR
SEJARAH
Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu. Jangan dibayangkan bahwa
membangun kembali ke masa lalu itu untuk kepentingan masa lalu sendiri, itu
antikuarianisme dan bukan sejarah. Juga jangan dibayangkan masa lalu yang jauh.[1]
Sejarah adalah catatan
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau ( events in the past).
Dalam pengertian yang lebih seksama sejarah adalah kisah dan peristiwa masa
lampau umat manusia. Namun demikian, kajian sejarah masih terlalu luas lingkupnya
sehingga menuntut pembatasan lagi. Oleh karena itu sejarah haruslah diartikan
sebagai tindakan manusia dalam jangka waktu tertentu pada masa lampau yang
dilakukan di tempat tertentu. Dengan demikian muncullah kajian sejarah bangsa
Eropa, sejarah Yunani, sejarah Islam, sejarah Islam abad Pertengahan, sejarah
Islam di Spanyol, dan sebagainya.
Sejarah mencakup perjalanan hidup manusia dalam mengisi
perkembangan dunia dari masa ke masa. Setiap sejarah mempunyai arti dan
bernilai, sehingga manusia dapat membuat sejarah sendiri dan sejarah pun
membentuk manusia. Menggunakan sejarah sebagai bahan hidup akan menimbulkan
bermacam analisa dalam suasana budaya sejarah tersebut.
Sejarah itu kembali berulang membawa peristiwa lama dan sama.
Sejarah mempunyai arti dan memberi arti, dimana manusia itu bagaikan dunia yang
berputar di sekeliling dirinya sendiri. Sejarah ditulis dijadikan sebagai
gambaran atau sebagai guru yang memberikan penuntun. Alquran antara lain
menjelaskan kisah-kisah tauladan (uswah hasanah) untuk dijadikan dasar
pertimbangan bagi umatnya dalam setiap tindakan maupun sikap. Ada kalanya
sejarah merupakan laporan, teguran, yang lembut dan keras bagi umat manusia
yang membacanya, jadi sesuatu yang mengecewakan atau merugikan agar tidak
terulang lagi. Oleh karena itu hendaknya diinterpretasikan sejarah tersebut ke
dalam zaman sekarang apakah sesuai atau tidak sebagai bahan pertimbangan untuk
berpegang pada sejarah.[2]
Kata seorang sejarawan Amerika,
sejarah itu ibarat orang naik kereta menghadap ke belakang. Ia dapat melihat ke
belakang, ke samping kanan dan kiri. Satu-satunya kendala ialah ia tidak bisa
melihat ke depan. Ada definisi sejarah yang tautologis yang mengatakan bahwa
sejarah ialah apa yang dikerjakan sejarawan. Tautologi ini menegaskan bahwa
sejarawan mempunyai kebebasan dalam rekonstruksi.
Apa yang direkonstruksikan sejarah ?
Ialah apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan,
dirasakan, dan dialami oleh orang. Sejarawan dapat menulis apa saja, asal memenuhi syarat untuk
disebut sejarah.
Sejarah itu ilmu yang
mandiri artinya mempunyai filsafat ilmu sendiri, permasalahan sendiri, dan
penjelasan sendiri. [3]
Guna sejarah secara intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik berguna sebagai
pengetahuan. Seandainya sejarah tidak ada gunanya secara ekstrinsik, yang
berarti tidak ada sumbangannya diluar dirinya, cukuplah dengan nilai-nilai
intrinsiknya. Akan tetapi, disadari atau tidak, ternyata sejarah ada
dimana-mana.
Empat guna sejarah sebagai intrinsik :
1.
Sejarah sebagai
ilmu, adalah ilmu yang terbuka.
2.
Sejarah sebagai
cara mengetahui masa lampau, melestarikan masa lampau karena menganggap masa
lampau itu penuh makna.
3.
Sejarah sebagai
pernyataan pendapat, banyak penulis sejarah yang menggunakan ilmunya untuk
menyatakan pendapat.
4.
Sejarah sebagai
profesi.
Guna ekstrinsik sejarah adalah sebagai berikut :
1.
Yaitu moral,
penalaran, masa depan, kebijakan, keindahan, perubahan, politik dan ilmu.[4]
1.
Beberapa Pendapat Para Ahli Mengenai Sejarah.
Berdasarkan pengertian maka materi sejarah itu sangat luas, karena
menyangkut perubahan-perubahan atau peristiwa-peristiwa perikehidupan manusia
dalam kenyataan sekitar kita. Apabila manusia sebagai pemegang peranan utama
dalam sejarah, maka tidak seluruh kegiatan manusia itu akan menjadi isi cerita
sejarah. Isi cerita akan dibatasi oleh pendirian ataupun tujuan penyusunan
sejarah. Suatu peristiwa yang bersifat kemanusiaan dapat dipilih dan ditentukan
menjadi isi cerita sejarah bila peristiwa itu merupakan bagian penting daripada
perjuangan manusia kearah hidup yang lebih sempurna. Demikianlah peristiwa atas
fakta sejarah yang begitu banyaknya perlu diseleksi.
1.
H. Muhammad
Hatta berpendapat siapa yang mempelajari sejarah dengan pengertian, tak boleh
berputus asa. Karena sejarah mengajar kita melihat yang relatif, yang sementara
dengan segala kejadian di dunia ini satu-satunya adalah sementara. Masyarakat
sewaktu-waktu bergerak dan berubah.
2.
H. Roeslan
Abdulgani berpendapat sejarah itu ialah salah satu bidang ilmu yang meneliti
dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta
kemanusiaan dimasa lampau beserta segala kejadian-kejadiannya dengan maksud
untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil penelitian dan peynelidikan
tersebut, untuk akhirnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan
penentuan keaadaan sekarang serta arah program arah masa depan. Ilmu sejarah
ibarat penglihatan tiga dimensi, penglihatan ke masa silam, sekarang dan ke
masa depan.
3.
H. Moh. Yamin
berpendapat bahwa sejarah ialah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil
penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan.
4.
Wilhelm Buer
berpendapat sejarah ialah ilmu yang meneliti gambaran dengan penglihatan yang
singkat untuk merumuskan fenomena kehidupan yang berhubungan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi karena hubungan manusia dan masyarakat,
memilih fenomena tersebut dengan memperhatikan akibat-akibat pada zamannya
serta bentuk kualitasnya dan memusatkan perubahan-perubahan itu sesuai dengan
waktunya serta tidak akan terulang lagi.
5.
Beneditto Crose
dalam bukunya tentang “ teori dan sejarah dari ilmu penulisan sejarah (
historiografi ) “ . Sejarah ialah cerita yang menggambarkan suatu pikiran yang
hidup dalam masa lampau, menuruk kedudukannya, mati dan tak dapat dimengerti (
sejarah semu ). [5]
B. SUMBER SEJARAH
Sumber sejarah ialah bahan-bahan yang dapat dipakai mengumpulkan
informasi subyek. Usaha memilih subyek dan mengumpulkan informasi mengenai
subyek itu menjadi tugas sejarawan. Kegiatan ini dalam ilmu sejarah disebut
heuristik ( yunani ) dari asal kata heuriscain yang berarti mencari merupakan
pengetahuan yang bertugas menyelidiki sumber sejarah.
Tempat
untuk mencari informasi subyek sejarah terdapat di :
a.
Museum: tempat
penyimpanan benda-benda kuno untuk bahan-bahan yang tidak terdapat dalam buku
bahan yang bersifat arkeologis , epigrfis dan numismatis.
b.
Perpustakaan :
tempat menyimpan dan bacaan buku-buku usaha mendapatkan keterangan mengenai
subyek sejarah juga keterangan menjadi pengarah.
c.
Arsi negara :
tempat menyimpan dokumen-dokumen resmi.
d.
Arsip : tempat
menyimpan informasi subyek sejarah misalnya dokumen pribadi antiquar,
kantor-kantor pemerintah, perusahaan dan sebagainya.
Sumber-sumber
ada tiga macam, yaitu :
·
Sumber Lisan
·
Sumber tulisan,
dan
·
Sumber visual
1.
Sumber lisan
merupakan sumber tradisional, cerita sejarah yang hidup di tengah-tengah
masyarakat, diceritakan dari mulut ke mulut. Kepercayaan dan alam pikiran
masyarakat melekat pada cerita berbentuk lisan ini, sehingga subjektivitasnya
sangat besar. Ceritanya jauh dari kebenaran objek. Sumber lisan tidak
melukiskan kenyataan atau fakta yang sesungguhnya, karena sering adanya
tambahan-tambahan atau pengurangan, sehingga akhirnya membentuk cerita sejarah
bersahaja.
Sumber lisan hanya dapat dipakai sebagai bahan pelengkap, bahan
perbandingan untuk bahan yang dapat
ditarik kesimpulan tentang hal-hal yang telah lalu.
2.
Sumber tulisan
mempunyai fungsi mutlak dalam sejarah. Sumber tulisan dapat merupakan bahan
yang sengaja dimasukkan dalam bahan sejarah, misalnya buku-buku lama tentang
sejarah, anal, kronik catatan peristiwa, buku peringatan, buku harian, notulen
dan lain-lain. Bahan yang tidak sengaja ditulis untuk bahan sejarah antara
lain, arsip dan dokumentasi, berita-berita pemerintah, naskah perjanjian, surat
kabar, majalah-majalah, dan sebagainya.
3.
Sumber visual
merupakan bahan-bahan peninggalan masa lalu yang berwujud benda atau bangunan,
merupakan warisan kebudayaan lama, warisan yang berbentuk arkeologis, epigrafis
dan numismatis.
4.
Sumber primer
ialah kesaksian daripada seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi
dengan panca indra yang lain, atau dengan alat mekanis seperti tape recorder,
Photo, dan lain-lain.
Yaitu orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakan.
Sumber primer dapat disebut saksi pandangan. Sumber primer merupakan sumber
asli dalam arti kesaksiannya tidak berasal dari sumber lain melainkan berasal
dari tangan pertama.
5.
Sumber sekunder
ialah kesaksian daripada siapa pun yang bukan merupakan saksi pandangan mata,
yakni dari seseorang yang tidak hador pada peristiwa yang dikisahkan. Biasanya
sejarah harus bertumpu kepada sumber sekunder yang berasal dari buku-buku
tangan kedua sejarawan lain, untuk memperoleh pengetahuan mengenai latar
belakang yang diperlukan guna mengenali dokumen-dokumen sezaman. Suatu
persyaratan untuk menggunakan sumber sekunder ini perlunya diuji dan dikoreksi
dengan analisa kritis terhadap kesaksian dokumen-dokumen sezaman untuk
menghindarkan dokumen yang palsu atau menyesatkan.
Tujuan
menggunakan karya sekunder :
1.
untuk menjabarkan latar belakang yang cocok
dengan bukti zaman mengenai subyeknya.
2.
Untuk
memperoleh petunjuk di bibliografi yang lain.
3.
Untuk
memperoleh kutipan atau petikan dari sumber-sumber sejarah atau sumber-sumber
yang lainnya, jika mereka tidak dapat diperoleh secara lebih lengkap terhadap
sikap akuratnya, terutama jika mereka diterjemahkan dari bahasa lain.
4.
Untuk
memperoleh interprestasi dan hipotesa mengenai masalah itu, tapi hanya dengan
tujuan untuk menguji atau untuk memperbaikinya dan jangan dengan maksud
menerimanya secara total.
Sejarawan menggunakan kesaksian tertulis atau kesaksian terkandung
di dalam dokumen tertulis antara lain otobiografi, surat, laporan, laporan
surat kabar, arsip dari instansi pemerintah atau masyarakat.
PENUTUP
KESIMPULAN
·
Sejarah adalah
rekonstruksi sejarah, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
·
Rekonstruksi
sejarah yaitu apa yang sudah dikatakan ,dipikirkan, dikerjakan, dirasakan, dan
dialami oleh orang.
·
Sumber sejarah
meliputi sumber lisan, sumber tulisan, visual.
[2] Mansur, Mahfud Junaedi, Rekontruksi
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Departemen Agama RI, Jakarta, 2005,
hal: 2
[5] Drs. Hugiono dan Drs. P.K Poerwantana,
Pengantar Ilmu Sejarah, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal : 6
Komentar
Posting Komentar