Langsung ke konten utama

MANUSIA DAN ASPEK ILMU

Makalah Pengantar Ilmu Humaniora
Manusia Dan Aspek Ilmu
DI SUSUN OLEH:


Yuni Saputri (140501008)
Wahyu MuniraRina (140501001)
Avicenna Al-Maududdy (140501029)
Pembimbing :
Imam

PRODI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR RANIRY
TAHUN AJARAN

2014/2015

BAB II PEMBAHASAN
MANUSIA DAN ASPEK ILMU
A. PENGERTIAN MANUSIA
1. Pengembangan manusia dari segi Susila
Aspek kehidupan susila adalah aspek ketiga setelah aspek individu dan sosial. Manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan yang buruk karena hanya manusia yang dapat menghayati norma-norma dalam kehidupannya.
Dalam proses antar hubungan dan antaraksi itu, tiap-tiap pribadi membawa identitas dan kepribadian masing-masing. Oleh karena itu, keadaan yang yang cukup bermacam-macam akan terjadi berbagai konsekuensi tindakan-tindakan masing-masing pribadi.
Kehidupan manusia yang tidak dapat lepas dari orang lain, membuat orang harus memiliki aturan-aturan norma. Aturan-aturantersebut dibuat untuk menjadikan manusia menjadi lebih beradab. Menusia akan lebih menghargai nilai-nilai moral yang akan membawa mereka menjadi lebih baik.
Selain aturan-aturan norma, manusia juga memerlukan pendidikan yang dapat digunakan sebagai sarana mencapai kemakmuran dan kenyamanan hidup. Pendidikan dapat menjadikan manusia seutuhnya. Dengan pendidikan, manusia dapat mengerti dan memahami makna hidup dan penerapannya.
Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia yang bersusila, karena hanya dengan pendidikan kita dapat memanusiakan manusia. Melalui pendidikan pula manusia dapat menjadi lebih baik daripada keadaan sebelumnya. Dengan pendidikan ini, manusia juga dapat melaksanakan dengan baik norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat. Manusia akan mematuhi norma-norma yang ada dalam masyarakat jika diberikan pendidikan yang tepat.
Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada tepat tidaknya suatu pendidikan mendidik seorang manusia mentaati norma, nilai dan kaidah masyarakat. Jika tidak maka manusia akan melakukan penyimpangan terhadap norma-norma yang telah disepakati bersama oleh masyarakat.[1]

2. Perkembangan Manusia Dari Segi Religius Atau Agama
      
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi.
Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Oleh karena fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk beribadah kepada Tuhan pun diperlukan suatu ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengenal siapa Tuhannya. Dengan pendidikan pula manusia dapat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melalui sebuah pendidikan yang tepat, manusia akan menjadi makhluk yang dapat mengerti bagaimana seharusnya yang dilakukan sebagai seorang makhluk Tuhan. Manusia dapat mengembangkan pola pikirnya untuk dapat mempelajari tanda-tanda kebesaran Tuhan baik yang tersirat ataupu dengan jelas tersurat dalam lingkungan sehari-hari.
Maka dari keseluruhan perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam setiap sisinya, baik dari sisi individu, sosial, susila, maupun religius. Keutuhan dari setiap sisi tersebut dapat menjadikan manusia menjadi makhluk yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.

3. Perkembangan Manusia Dari Segi Sosial, Interaksi Sebagai Proses Sosial

Interaksi sosial adalah proses saling mempengaruhi dalam hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dan kelompok.
Proses adalah tahapan-tahapan dalam suatu peristiwa untuk membentuk jalannya rangkaian kerja. sedangkan sosial adalah segala sesuatu mengenai masyarakat yang peduli terhadap kepentingan umum. Jadi, proses sosial adalah tahapan-tahapan dalam suatu peristiwa untuk membentuk manusia bermasyarakat yang memperhatikan segi kehidupan bersama.

4. Pengembangan Manusia dari segi Budaya

Manusia juga akan mulai berpikir tentang bagaimana caranya menggunakan hewan atau binatang untuk lebih memudahkan kerja manusia dan menambah hasil usahannya dalam kaitannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Manusia sangat mempunyai hasrat yang tinggi apabila dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain. Hasrat untuk selalu menambah hasil usahanya guna mempermudah lagi perjuangan hidupnya menimbulkan perekonomian dalam lingkungan kerja sama yang teratur. Hasrat disertai rasa keindahan menimbulkan kesenian. Hasrat akan mengatur kedudukannya dalam alam sekitarnya, dalam menghadapai tenaga-tenaga alam yang beraneka ragam bentuknya dan gaib, menimbulkan kepercayaan dan keagamaan. Hasrat manusia yang selalu ingin tahu tentang segala sesuatu disekitarnya menimbulkan ilmu pengetahuan.
Ada hakekatnya kebudayaan mempunyai dua segi, bagian yang tidak dapat dilepaskan hubungannya satu sama lain yaitu segi kebendaan dan segi kerohaniaa. Segi kebendaan yaitu meliputi segala benda buatan manusia sebagai perwujudan dari akalnya, serta bisa diraba. Segi kerohanian terdiri atas alam pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun teratur. Keduanya tidak bisa diraba.

B .  PENGERTIAN HAKIKAT MANUSIA
  
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
a.   Makhluk yang memiliki tenga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi   kebutuhan-kebutuhannya.
b.   Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
c.   Yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d.   Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e.  Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
f.  Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g.  Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
h.  Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.

Kajian-kajian yang luas dalam mempelajari manusia, kebudayaan, dan masyarakat berupaya menandai gejala-gejala kemasyarakatan, melihat hubungan gejala dan analisis dengan konsep-konsep yang ada dalam bidang antropologi dan sosiologi. Pamehaman gejala kemasyarakatan dibutuhkan karena kondisi Indonesia yang amat beragam dalam berbagai aspek.Harus diakui bahwa perhatian kondisi Indonesia berasal dari kelompok colonial Belanda. Pada awalnya, mereka tertarik untuk membuat pendidikan dasar guna peningkatan mutu pegawai negeri di tanah jajahan ( Prager, 2005 ). Menurut Moelia, setelah kemerdekaan, justru keadaaan Indonesia sebagai Negara dan masyarakat baru tengah berkembang secara cepat meninggalkan ketradisionalnya ( Moelia, 1951 dalam Preger, 2005 ), dari kumpulan Negara tradisional jajahan Belanda ( Hindia Belanda ) menjadi Negara republic Indonesia. Dengan demikian, peluang penelitian kemasyarakatan dengan berbagai kajian ilmu dan teori amatlah terbuka. Misalnya, Koentjaraningrat menjadi contributor penelitian sosial raksasa G.P. Murdock, yakni Human Relations Area Files ( HRAF ) yang di biayai oleh Yale Univercity, AS.[2]
Pemerintah juga memerlukan kajian kemasyarakatan untuk kemajuannya . Banyak isu yang perlu dipecahkan, misalnya KB, proyek transmigrasi, transisi Negara agraris ,enjadi industry, pembentukan karakter bangsa, da lain-lain ( lihat Koentjaraningrat, 1976; Lubis, 1977; Ramsted, 2005; Marzali, 2005 )
C . PERHATIAN ATAS KEHIDUPAN MASYARAKAT
Fase penelitian kemasyaraatn oleh Koentjaraningrat ( 1990 ) diajukan melalui empat tahapan. Selanjutnya yang ditambahkan oeh penulis adalah salah satu fase dan langkah berikut dari fase-fase terakhir tersebut. Fase-fase tersebut adalah fase sebelum tahun 1880, pertengahan abad ke-19, awal abad ke-20, dan setelah tahun 1930. Sebuah fase tambahan dari penulis adalah fase globalisasi, sebuah fase yang merupakan upaya dari bangsa Indonesia menghadapi kemajuan saat ini.
Pada fase pertama, yakni sebelum 1880, telah terjadi banyak peristiwa yang digambarkan oleh seseorang atau kelompok terhadap kelompok lainnya. Beberapa catatan yang terrkomentasi dengan baik tidak hanya menjelaskan apa yang digambarkan oleh penulis, tetapi juga penulisannya itu sendiri. Pada fase ini yang diutamakan adalah upaya mendeskripsikan antarkelompok yang dilihat dari sudut pandang penulis.
Contoh-contoh  dari penulisan ini yang masih dapat dilihat adalah catatan tentang bangsa-bangsa; antara lain tulisan di dalam kitap suci ( Taurat, Injil, AL-Quran ) yang menggambarkan tingkah laku, pola piker dan bahkan cici-ciri tertentu yang melekat pada kelompok tersebut. Catatan lainnya berasal dari para pedagang atau pelancong yang  awalnya hendak berdagang atau mencari sumber barang dagangan tertentu yang khas, misalnya  rempah-rempah adalah benda yang tak mudah ditemui. Jalur perdagangan rempah-rempah yang dibeli atau ditukar dengan barang lain ( emas, tekstil, perkakas, dan lainnya ) justru menjadi awal pertemuan warga dunia dan menumbuhkan perokonomian dunia. Para pedagang ini melanglang buana ke pelosok dunia yang kemudian mencoba untuk mencatat hal-hal yang menurut merek menarik.
Dari beragam tulisan yang ada tampaknya tulisan dari bangsa Eropa yang terekumentasi dengan baik. Namun, tulisannya masih belum cukup objektif, maka menimbulkan banyak pemikiran yang jika diperhatikan saat ini amat mengandung makna negative. [3]
Dalam penulisan catatan-catatan ini, orang Eropa lebih melihat bahwa masyarakat yang mereka lihat ā€œ tidak sama dengan diri mereka ā€œ. Orientasi yang melihat keluar inilah yang di kemudian hari oleh Summer ( 1906 ) disebut sebagai etnosentrisme, yakni merasa kelompoknya lebih baik daripada kelompok lainnya. Orang Eropa yang merasa dirinya lebih baik mulai mereka-reka apa yang tengah mereka hadapi. Maka kemudian timbullah tiga sikap orang Eropa terhadap bangsa lain, yakni: bangsa asing tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai manusia bahkan dipertimbangkan untuk masuk  dalam kategori iblis. Namun pada posisi ini, sebagian dari orang Eropa justru merasa bangsa lain masih murni, banyak  yang masih tampil apa adanya. Oleh karena itu, bangsa ini kemudian disebut sebagai primitive, yakni masih murni.
Fase kedua dimulai saat pemikiran bahwa masyarakat non-Eropa memang masih dianggap murni ( primitive ). Berangkat dari kemurnian tadi, mulai diselidiki bagaimana sosok Eropa dan bangsa non-Eropa dilihat. Isu ini kemudian dicoba untuk dijawab melalui teori evolusi manusia, bahwa perkembangan manusia adalah linear, sehingga masyarakatnya pun demikian. Artinya, masyarakat non-Eropa yang disebut sebagai primitive merupkan masyarakat yang masih sederhana yang secara perlahan akan berevolusi, sehingga pada suatu saat akan menjadi masyarakat Eropa. Tidaklah mengherankna jika kemudian bangsa Eropa kemudian melihat bangsa lain yang primitive tadi sebagai sisa dari kebudayaan masa lalu.
Oleh Koentjaraningrat ( 1991 ), fase kedua ini merupakan upaya masyarakat Eropa untuk mempelajari manusia dan berkembang menjadi masyarakat, kebudayaan masyarakat, dan kebudayaan primitive dengan maksud untuk mendapatkan tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran manusia.
Fase ketiga dimulai ketika Eropa berhasil memantapkan kekuasaan di Asia dan Afrika. Fase ini menjadi fase penjajahan tradisional menggunakan sumber daya manusia dari negeri penjajah untuk bekerja di negeri jajahan. Semuanya bekerja mengendalikan daerah jajahan. Namun dalam perkembangannya, kebutuhan sumber daya manusia yang meningkat membuat para penjajah mulai mempertimbangkan untuk memperkerjakan tenaga yang berasal dari masyarakat jajahannya. Namun, tetap dengan tujuan yang sama, mengendalikan daerah jajahan.
Jadi pada fase ini kehidupan masyarakat terjajah mulai berubah. Mempelajari masyarakat jajahan bukan didasari oleh keinginan untuk memajukan mereka, tetapi guna mempertahankan pola hubungan  yang ada saat itu, yakni penjajah-terjajah.
Fase keempat ditandai dengan perkembangan pengetahuan yang semakin luas. Beragam penemuan baru dan perkembangan sosial, politik, ekonomi, pertahanan, ddan keamanan dunia berubah seiring waktu.  Setidaknya kondisi dunia pada saat itu adalah berrakhirnya Perang Dunia II yang memberi banyak hal baru terhadap masyarakat.
Pada beberapa bagian tertentu  didunia mulai merasakan ā€œ hilangnya masyarakat primitive ā€œ. Hilang yang dimaksud adalah punah, tetapi kemajuan, masyarakat yang tadinya belum semaju bangsa Eropa/Amerika, perlahan menyamai mereka dan bahkan menjadi mirip dengan mereka. Pada fase ini, penelitian kemasyarakatan memiliki dua tujuan ( Koentjaraningrat, 1991 ). Tujuan akademik adalah mencapai pengertian tentang manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna bentuk fisiknya, masyarakatnya , dan kebudayaannya. Berdasar hal ini, penelitian antropologi mulai digunakan oelh warga sendiri yang melihat melihat dirinya sendiri. Penelitian dimulai dengan fisik ( misalnya, mengetahui beda organ tubuh terrtentu dari tiap masyarakat ). Selanjutnya, bagaimana masyarakatnya yang pada akhirnya merujuk pada kebudayaannya.
Tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam aneka warna masyarakat suku-suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa tersebut ( Koentjaraningrat, 1991 ). Berangkat dari tujuan praktis ini, banyak kegitatan kemasyarakatan yang menggunakan dasar piker antropologi sebagai acuan. Kegiatan-kegiatan pembangunan mulai mengacu pada kepentingan masyarakat, tidak semata dari arah pemerintah atau pihak luar yang membantu pembangunan masyarakat.[4]
Fase terakhir merupakan hal menarik di era millennium baru. Saat ini, dunia tengah mengecil dalam arti konotatif saat masyarakat dunia tidak lagi terkungkung di daerahnya. Salah satu produk kebudayaan yang menjadi perrcepatan pada fase memungkinkan keterbukaan dan percepatan perubahan masyarakat.
D . KONTRIBUSI ILMU-ILMU
Pola piker individu,kebudayaan, dan masyarakat berusaha melihat manusia dengan segala perbedaannya, berani menghargai perbedaan, baik dalam tataran ide maupun bentuk. Manusia bukan sekedar objek atau subjek, tetapi sesuatu yang utuh dan mampu berkembang sesuai situasi dan kondisi. Tidakkah mengherankan jika kemudian terjadi persinggungan dengan ilmu lain.
1.      Antropologi
Mendefinisikan antropologi juga merupakan petualangan tersendiri. Antroppologi berasal dari kata anthoropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Secara garis besar antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia. Ini sama saja dengan ilmu-ilmu lainnnya yang juga mempelajari manusia, seperti sosiologi, psikologi, ekonomi, dan sebagainya. Dampaknya adalah antropologi pada akhirnya menyentuh semua bidang dan kajian pada manusia. Seperti yang dikatakan oleh Kottak ( 2004, 2006 ) bahwa antropologi merupakan studi tentang umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan tingkah lakunya dan untuk memperoleh pengetahuan lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Kita diajak untuk memahami manusia dalam konteksnya, khususnya pada ruang dan waktunya. Tidaklah dapat dibandingkan manusia pada satu waktu ( era ) dengan manusia diwaktu yang berbeda, atau tidaklah dapat dengan mudah membandingkan manusia diruang ( lingkungan ) yang juga berbeda. Dengan cara ini, akan tercapai pengertian dan pemahaman manusia seutuhnya.[5]
Upaya diatas memberikan pemahaman bahwa antropologi mempelajari manusia sebatas yang sudah lalu ( misalnya, mempelajari fosil ). Ia juga mempelajari manusia saat ini lengkap dengan ruang dan konteksnya dan juga membicarakan masa depan manusia.
2.      Sosiologi
Setidaknya ada dua ilmu yang amat berkontribusi terhadap pemahaman individu, kebudayaan, dan masyarakat, yakni sosiologi dan psikologi. Hal menarik dari ilmu ini adalah adanya area antropologi yang amat lekat dengan sosiologi, yakni antropologi budaya ( cultural anthropology ). Sosiologi merupakan studi tentang tingkah laku sosial dan kelompok manusia. Fokusnya adalah pada pengaruh sosial, pada sikap dan tingkah laku, dan bagaimana masyarakat mengubah dan membangunnya ( Schaefer dan Lamn, 1994 ).
Persinggungannya adalah ketika yang diteliti adalah hubungan-hubungan sosial, organisasi, dan tingkah laku. Namun, perbedaan yang mencolok dari keduanya adalah pada jenis masyarakat. Sosiologi ( pada awa kelahiran ) lebih lekat dengan masyarakat industry dan barat ( western ), sedangkan antropologi cenderung ke masyarakat nonindustri. Perbedaan lainnya adalah ketika melakukan penelitian, sosiologi lebih sering menggunakan metode kuantitatif dengan alat kuesioner.
3.      Psikologi
Lagi-lagi, antropologi budaya bersinggungan dengan ilmu lain, yakni psikologi. Psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan proses-proses mental. Dalam memahami individu, masyarakat, dan kebudayaan, psikologi terletak dalam area persinggungan antara antropologi budaya dan psikologi yang disebut psikologi antropologi. Bidang ini tertarik dengan studi variasi psikologi secara lintas budaya. Hal yang cukup kuat diperrhatikan psikologi antropologi adalah pola pengasuhan anak ( yang nantinya berrkembang menjadi isu kepribadian moral, karakter nasional ). Didasari pemikiran bahwa setiap masyarakat mempunyai pola yang berbeda,  sehingga akan menghasilkan kepribadian seseorang yang berbeda antar budaya.
Penelitian yang terkenal tentang pola asuh adalah penelitian tentang universitas teori Sigmund Freud ( pendiri aliran psikoanalisis ) tentang Oedipus complex ( rasa cinta anak lelaki terhadap ibunya, sehingga membenci ayahnya ) yang dilakukan oleh Bronislaw Malinowski ( 1927 ). Penelitian ini dilakukan pada kelompok masyarakat yang tinggal di kepulauan Tobrian ( dekat Papua Nugini ). Hasilnya amat berbeda, masyarakat Tobrian menghasilkan hubungan ayah-anak dengan berdasar struktur otoritas, bukan masalah cemburu seksual. Akhirnya, Malinowski dan rekan-rekan antropologi percaya bahwa kondisi psikologis seseorang amat bergantung pada konteks budayanya.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna. Untuk memahami pengertian manusia, kita diajak untuk memahaminya melalui empat sudut pandang. Yaitu melalui segi susila, melalui segi agama atau religious, melalui segi interaksi sosial, dan keempat melalui kebudayaan. Manusia berkumpul akhirnya berkembang menjadi masyarakat. Dan dalam masyarakat itu tumbuhlah kebudayaaan yang berbeda antar masyarakat lainnya.
Ada beberapa cabang ilmu untuk mempelajari manusia, yaitu:
1.      Antropologi
2.      Sosiologi
3.      Psikologi


DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin Fedyani Achmad, Antropologi Kontemporer, ( Jakarta :  Kencana, 2005 )

Meinarno Eko, Manusia Dalam Kebudayaan dan Masyarakat, ( Jakarta : Selemba Humanika, 2008 )

http://robertusbeny.blogspot.com/2012/01/pengertian-manusia.html



[1]  Achmad Fedyani  Saifuddin, Antropologi Kontemporer, Kencana, Jakarta, 2005, Hal: 16
[2]  Eko A. Meinarno, Manusia Dalam Kebudayaan dan Masyarakat, Selemba Humanika, Jakarta, 2008, Hal: 5
[3] Eko A. Meinarno, Manusia Dalam Kebudayaan dan Masyarakat, Selemba Humanika, Jakarta, 2008, Hal : 7
[4]  Eko A. Meinarno, Manusia Dalam Kebudayaan dan Masyarakat, Selemba Humanika, Jakarta, 2008, Hal: 10
[5]  Achmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer, Kencana, Jakarta, 2005, Hal: 42

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKNA SYAIR PERAHU

Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Modern II MAKNA SYAIR PERAHU DI SUSUN O LEH: Yuni Saputri   ( 140501008 ) Pembimbing : Imam Juwaini UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA PRODI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM TAHUN AJARAN 2016/2017 MAKNA  SYAIR  PERAHU  KARANGAN  HAMZAH  FANSURI 1.       Inilah gerangan suatu madah Mengarangkan syair terlalu indah Membetulkan jalan tempat berpindah, Disanalah Iā€™tikaf di perbetul sesudah Maknanya : penulis yaitu Hamzah Fansuri ingin menyajikan sebuah syair dengan kata-kata indah  yang berisikan tentang perjalanan hidup manusia mencapai pulai kemenangan yaitu akhirat dan bagaimana membenahi iman agar ketika kita mengarungi jalan tersebut , kita  melaluinya dengan  sebaik-baiknya. Nilai yang terkandung dalam bait ini adalah nilai tauhid. 2.       Wahai muda, kenali dirimu, Ialah perahu...

PERADABAN LEMBAH SUNGAI EUFRAT

Makalah Sejarah Dunia Peradaban Lembah Sungai Eufrat DI SUSUN O LEH: Yuni Saputri   ( 140501008 ) Pembimbing : Asmanidar, M.A UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA PRODI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM TAHUN AJARAN 2015/2016   BAB  I : PENDAHULUAN A.     Latar  Belakang  Masalah Peradaban berasal dari kata adab yang dapat di artikan sopan, berbudi pekerti, luhur, mulia,berakhlak, yang semuanya menunjuk pada sifat yang tinggi dan mulia. Peradaban adalah  perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia sebagai pendukung dari kebudayaan tersebut.  Artinya peradaban muncul ketika manusia telah mencapai tingkat pemikiran tertinggi dari suatu bangsa. Tidak semua bangsa di dunia ini mencapai titik peradaban tersebut. Karena suatu bangsa yang telah mencapai peradaban di cirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan seni yang telah maju. ...

PENGARUH ISLAM TERHADAP KEBUDAYAAN INDONESIA

Makalah Sejarah Dan Kebudayaan Indonesia PENGARUH ISLAM TERHADAP KEBUDAYAAN INDONESIA DISUSUN O LEH: Yuni Saputri   (140501008 ) Marzatil Husna ( 140501009 ) Pembimbing : M.Yunus PRODI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR RANIRY TAHUN AJARAN 2015/2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan berkat rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pengaruh Islam Terhadap Kebudayaan Indonesia ini dengan baik meskipun masih banyak kekurangan didalamya. Dan kami juga berterima kasih pada dengan mata kuliah Sejarah Dan Kebudayaan Indonesia yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi pe...