Langsung ke konten utama

TRADISI REUHAB DI NAGAN RAYA

BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kebudayaan adalah segala hal hasil karya makhluk hidup baik hasil dari masa lalu maupun hasil untuk masa depan. Kebudayaan juga lahir dari kebutuhan manusia itu sendiri. Maka dari itu tentunya budaya sangat berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Namun dalam agama Islam, setiap jengkal kehidupan manusia telah diatur oleh Allah SWT, dan ketetapan tersebut dijadikan sebagai budaya oleh manusia, umat Muslim khususnya.
Dalam hal kematian, Islam juga telah mengatur semua hal. Mulai dari bagaimana mengurusi jenazah hingga hal-hal yang berkaitan dengan kematian tersebut yang memberi dampak positif bagi jenazah maupun keluarga yang ditinggalkan. Misalnya seperti hal yang berkaitan dengan jenazah adalah memandikan, mengafankan, menyalatkan hingga menguburkan jenazah. Sedangkan hal yang berdampak positif adalah adanya anjuran untuk mendoakan jenazah.
Di Aceh, khususnya di Desa Alue Tho kecamatan Seunagan kabupaten Nagan Raya mempunyai adat dan tradisi tersendiri dalam hal kematian tersebut. Tradisi ini berasal dari kebutuhan dan kepercayaan masyarakat daerah itu. Yaitu tradisi Reuhab. Sebuah tradisi yang telah turun temurun dalam masyarakat Nagan.


BAB II : PEMBAHASAN
TRADISI REUHAB DALAM ADAT KEMATIAN DI NAGAN RAYA
A.    Tradisi Adat Kematian Di Aceh
Aceh merupakan salah satu daerah yang memiliki begitu banyak adat dalam kehidupan sehari-harinya, tiada terkecuali dengan kematian. Dalam adat kematian, sangat banyak tradisi yang berkaitan dengannya dan dilaksanakan oleh masyarakat. Tradisi tersebut dimulai dari hari pertama hingga keempat puluh dan dilanjutkan pada hari keseratus.[1]
Sesuai dengan keyakinan dan kebiasaan masyarakat apabila ada orang yang meninggal, mayatnya harus dimandikan, dikafankan, disalatkan dan dikuburkan. Selain itu ada pula kebiasaan seperti takziah, khanduri dan pula batei.[2]
B.     Pengurusan Jenazah
Apabila seorang warga masyarakat meninggal dunia yang biasa disebut dengan ka geupeulikot geutanyo atau ka geuwo bak Tuhan, hal pertama yang dilakukan adalah pihak keluarga yang ditinggalkan memberitahukan hal itu kepada familinya serta kepada kepala kampung dan teungku. Pemberitauan tentang kematian kepada masyarakat akan dilakukan oleh kepala desa, sedangkan pemberitauan kepada sanak familinya dilakukan oleh orang yang ditugaskan yang disebut seunetot. Kepala desa menyuruh seseorang untuk membunyikan bedug (memukul tambo) sehingga seluruh warga desa mengetahui berita kematian tersebut.
Setelah mengetahui berita kematian, warga desa akan mengunjungi rumah duka (jak keumenjong). Selanjutnya segala aktifitas yang berkaitan dengan ibadah akan dilakukan oleh teungku meunasah dan geuchik. Tuan rumah hanya mempersiapkan material yang dibutuhkan pada kegiatan itu. Seperti kainkafan, papan, keureunda, kikisan kayu cendana, keumeunyan, kapur barus, minyak wangi dan jenis bunga-bunga harum.
            Memandikan jenazah dilakukan menurut ajaran Islam, yaitu mensucikan dari segala hadast. Untuk memandikan jenazah disediakan alat-alat khusus seperti batang piang, sugi mundam berbalut hitam, serta bunga dan daun tertentu sebagai pewangi. Memandikan jenazah dipimpin oleh teungku dan dilaksanakan oleh keluarga jenazah serta dibantu oleh beberapa orang tua.
Mengkafani jenazah, juga dilakukan menurut hukum Islam, yaitu membawanya dengan kain putih, menutup segala lubang dengan kapas dan memberikan wewangian khusus.[3] Jenazah yang sudah dimandikan, dibawa ke tempat pengafanan yang telah dipersiapkan. Biasanya diletakkan diatas tika seuke. Diatas tikar tersebut terdapat perlengkapan seperti kafan yang sudah dipotong sesuai dengan syariā€™at Islam dan ramuan-ramuan.
Setelah jenazah dibalut kain kafan, selanjutnya mayat akan dimasukkan kedalam keurenda dan digiring ke menasah untuk disalatkan. Jika meunasah jauh, maka disalatkan dirumah duka. Salat jenazah dipimpin oleh teungku imum, diikuti oleh jamaā€™ah. Namun, biasanya teungku imum akan bertanya terlebih dahulu kepada keluarga yang meninggal untuk bersedia menjadi imam salat.
Pelaksanaan selanjutnya adalah penguburan jenazah. Dari tempat pelaksanaan salat, jenazah kembali diusung ke tempat penguburan. Orang yang mengusung terdiri dari keluarga dan warga gampong. setelah selesai dikuburkan, kuburan disirami dengan air wangian bunga sebanyak tiga kali dari bagian kepala hingga kaki oleh tengku. Dibagian kepala dan kaki ditanami pohon pudeng atau nawah. Selanjutnya dibentang tikar di bagian kepala kuburang sebagai tempat duduk teungku melakukan talkin.
Selesai dikuburkan, tahap terakhir adalah kanduri yang berlangsung dirumah duka. Dilakukan sejak hari pertama, ketiga, kelima, ketujuh, kesebelas hingga keseratus pasca meninggal. Kanduri dilakukan untuk memberi makan warga yang telah membantu menyelenggarakan jenazah. Kanduri pada hari ketiga, kelima, ketujuh dari kematian biasanya dilakukan agak besar. Karena pada waktu itu diadakan baca Qurā€™an, tahlilan, samadiah dan doā€™a-doā€™a dirumah duka. Pada hari ke-44 disebut juga dengan kanduri pula batei (menanam batu nisan di kuburan).
Namun di Nagan Raya ada suatu tradisi lain yang menjadi kekhasan daerah tersebut. Tradisi tersebut adalah Reuhab. Reuhab merupakan sebuah adat yang pada intinya untuk menghormati jenazah dengan menyediakan sebuah kamar sebagai sebuah proses tradisi. Hingga pada saat ini, tradisi tersebut masih dilakukan oleh masyarakat Nagan Raya, khususnya masyarakat Gampong Alue Tho.
C.     Pengertian Reuhab
Reuhab merupakan kamar yang dianggap sacral oleh masyarakat Nagan Raya, khususnya Alu Tho ketika seseorang meninggal dunia. Tradisi ini dilakukan setiap terjadi peristiwa kematian. Hal ini karena tradisi reuhab dianggap wajib oleh masyarakat untuk dilakukan setelah empat perkara wajib.
Menurut tatanan hukum sosial masyarakat, hal ini sangat berpengaruh bagi kelangsungan kehidupan bermasyarakat. Jika tradisi reuhab tidak dilakukan maka akan menjadi sebuah kehinaan bagi sanak family yang ditinggalkan, karena mereka menganggap tradisi reuhab adalah perwujudan bentuk kasih sayang kepada orang yang telah meninggal. Selain diartikan sebagai kamar, reuhab juga diartikan sebagai barang yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal terutama pakaian terakhir yang dikenakan sebelum meninggal. Barang tersebut akan disatukan dalam saatu kamar yang dikhususkan untuk arwah selama 40 hari.[4]
Dalam syariat Islam, tradisi ini memang sudah menyalahi Islam. Namun karena telah dilakukan secara turun temurun maka akan sulit untuk dihilangkan. Secara akal sehat, tradisi reuhab memiliki kejanggalan dari sisi pelaksanaannya. Akal sehat tidak bisa menerima apabila orang yang telah meninggal diadakan sebuah tradisi yang mengharuskan untuk mengumpulkan pakaian orang tersebut dan menaruh makanan tertentu dalam sebuah kamar khusus disertai anggapan bahwa selama 40 hari roh yang telah meninggal masih tetap berada dibumi. Dalam ajaran Islam, jika seseorang telah meninggal, maka roh dan jasadnya telah terpiahkan. Roh tersebut langsung kembali ke langit kepada Tuhan.


D.    Tatacara Reuhab
Tatacara tradisi ini dimulai dari menyiapkan sebuah kamar sacral, biasanya sanak family selalu membaca Al-Quran dan mendoakan orang yang baru meninggal. Kadangkala keluarga mengundang teungku untuk membaca Al-Quran selama 40 hari. Pembaca yang khusus diundang akan dibayar oleh keluarga.
Benda-benda yang menjadi bagian dari tradisi reuhab yang utama adalah baju terakhir yang dikenakan oleh jenazah, kain, dan tikar yang sebelumnya digunakan untuk membawa jenazah ke kuburan. Selain itu untuk melengkapi kamar reuhab, disediakan dua buah bantal guling, satu bantal kepala, mukena, kain, seprai, Al-Quran dan emas. Pada dinding dan langit kamar dipasang tirai tradisional sebagai hiasan dinding kamar. Selain itu, adat penting lainnya adalah meletakkan tilam gulong di kamar reuhab. Tilam gulong biasanya dibawa oleh menantu perempuan jika yang meninggal adalah mertua, kakek dan sekarang ini untuk saudara laki-laki juga harus membawa tilam gulong. Akan tetapi pada dasarnya hal ini merupakan kewajiban yang dilakukan oleh perempuan.
Setelah membawa tilam gulong, pada hari kanduri kelima dan keenam pihak perempuan wajib membawa kue tradisional yaitu kue karah. Ukuran kue ini disesuaikan dengan bentuk tilam gulong yang dibawa. Jika tilam gulong berukuran sedang, maka jumlah kue karah 15 kue karah berukuran sedang. Jika tilam besar, maka jumlah kue karah 25 atau 30 kue.
Kamar reuhab yang disediakan tidak boleh meubayang (berbayang). Sejak sore hari, kamar reuhab dibakar keumenyan dengan tujuan mengharumkan ruangan. Selain itu, menjelang senja dikamar ini juga harus dinyalakan lampu dengan anggapan ketika roh pulang maka kamar dalam keadaan terang. [5]
Kegiatan kanduri dari hari 1 sampai ke-7 yang diadakan oleh keluarga almarhum tergantung pada kemampuannya. Pada uroe nuron (hari pertama meninggal) jika yang meninggal adalah suami, maka istri almarhum yang harus mengeluarkan dana keperluan apa pun dihari pertama. Keharusanini dinamakan seuneuboh dan begitu pula sebaliknya. Jika suami istri sudah tidak ada, maka akan digantikan oleh anak. Selanjutnya pada hari kedua hingga selanjunya keluarga akan bermusyawarah mengenai dana untuk acara kanduri. Pada umumnya, kanduri besar diadakan pada hari pertama, ke-3, ke-5, dank e-7. Pada hari ke-3 biasanya dibuat makanan apam, maknanya sebagai payung bagi yang telah meninggal. Pada hari ke-5 biasanya datang besan membawa rombongan dan kue karah serta kue lainnya. Pada hari ke-6 atau malam ketujuh akan dilakukan kanduri besar-besarran, semua berdatangan, mulai dari warga desa, tetangga desa, dan seluruh sanak family.
Keesokan harinya, yaitu hari ke-7, dilaksanakan acara tanom bate atau pula bate di kuburan almarhum yang dilakukan oleh keluarga dan tengku dengan menaburkan batu-batu kecil bewarna putih dan menanam bak keumamah. Namun, terlebih dahulu batu-batu tersebut di peusijuk. Selanjutnya adalah prosesi penyiraman kubur dengan air yang sudah dicampur jeruk perut dan bunga dilakukan tiga kali. Penyiraman ini dilakukan oleh tengku dan beberapa anggota keluarga. Selanjutnya, anggota keluarga akan mencuci muka dengan sisa air siraman tadi. Setelah menyiram, tengku akan membaca doa pengampunan terhadap almarhum. Keluarga akan memberikan sedekah berupa uang kepada tengku dengan jumlah yang tidak ditentukan. Setelah itu dilanjutkan dengan memakan nasi ketan yang sudah disediakan untuk kegiatan peusijuk bate. Setelah selesai upacara kanduri tujih, upacara kembali dilanjutkan pada hari ke-10, ke-11 dan seterusnya. Kegiatan ini dinamakan hari deuseun tujoh.[6]
Pada malam hari ke-40, kanduri dilakukan dengan acara samadiah dan mengaji sampai pagi. Dilakukan ampai pagi karena pada malam itu roh akan pergi untuk selamanya dan tidak kembali lagi kerumah. Pada malam ke-40 dimulai dengan menyiapkan bue ie. Bue ie adalah nasi yang sudah dimasak lalu dicampurkan dengan air dan lauk pauk, seperti ikan asin, telur asin, garam, cabai, ikan biasa, sie peuda, buah, dll. Makanan ini disiapkan oleh keluarga almarhum sebagai penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal.
Bue ie dan lauk-pauk diletakkan di kamar reuhab dan akan disantap bersama setelah samadiah. Waktunya tergantung permintaan keluarga, biasanya kegiatan ini berlangsung sampai pukul 02.00 pagi bahkan pukul 04.00 paagi. Kegiatan makan bersama ini dinamakan peutron malaikat, makanya malaikat turun untuk mengambil roh dan dinaikkan kelangit.

E.     Makna Simbolik Yang Terkandung Dalam Tradisi Reuhab
Makna tradisi reuhab adalah sebagai sebuah penghormatan bagi almarhum. Dengan kata lain, jika tidak dilaksanakan maka hal tersebut dianggap tidak menghormati ornag yang telah meninggal. Meskipun masyarakat mengetahui tradisi ini cenderung bertentangan dengan Islam, namun tradisi reuhab tetap dilakukan. Karena bagi mereka tradisi tersebut sudah turun temurun dari nenek moyang dan tradisi ini juga merupakan amal kebaikan karena pada pelaksanaannya diisi dengan bacaan Al-Quran dan doa untuk orang yang telah meninggal.
Selain itu tradisi reuhab juga bermakna sebagai kembalinya roh kepada Tuhan untuk selama-lamanya dan menampakkan kasih sayangnya melalui kanduri kepada masyarakat. setiap kanduri tersebut selalu diiringi oleh tradisi reuhab. Selanjutnya didalam kamar diletakkan tilam gulong untuk hiasan kemegahan reuhab. Tujuan dibawa tilam gulong ini adalag untuk memperlihatkan kepada khalayak ramai bahwa adanya penghormatan khusus kepada orang yang tekah meninggal. Untuk lebih indah dipasang tirai. Bantal yang bersusun lengkap dengan bantal tidur dan 2 bantal guling seolah-olah ada yang tidur diranjang tersebut. Baju yang terakhir dipakai oleh almarhum atau benda lainnya diletakkan di tempat tidur seakan baju itu masih dipakai oleh orang yang meninggal. Selain itu dengan meletakkan barang-barang almarhum dijadikan sebagai kenang-kenangan dan renungan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Fungsi keumenyan dan lampu yang dinyalakan dikamar reuhab bukan menjadi penerang dan wewangian saja, akan tetapi sebagai penjaga bagi roh yang seakan-akan masih hidup dan takut sendirian. Karenanya roh akan nyaman.  Empat puluh hari tradisi reuhab dianggap belum cukup untuk melepaskan kepergiannya, namun pada pagi hari ke-41 , sesuai dengan kebiasaan berbagai hal yang befrkaitan denagn tradisi reuhab sudah dibuka dna dilekapskan sebepeti biasa. Situasi rumah sudah kembali seperti semula.[7]


BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan
Aceh merupakan salah satu daerah yang memiliki begitu banyak adat dalam kehidupan sehari-harinya, tiada terkecuali dengan kematian. Dalam adat kematian, sangat banyak tradisi yang berkaitan dengannya dan dilaksanakan oleh masyarakat. Tradisi tersebut dimulai dari hari pertama hingga keempat puluh dan dilanjutkan pada hari keseratus.
Sesuai dengan keyakinan dan kebiasaan masyarakat apabila ada orang yang meninggal, mayatnya harus dimandikan, dikafankan, disalatkan dan dikuburkan. Selain itu ada pula kebiasaan seperti takziah, khanduri dan pula batei.
Namun di Nagan Raya ada suatu tradisi lain yang menjadi kekhasan daerah tersebut. Tradisi tersebut adalah Reuhab. Reuhab merupakan sebuah adat yang pada intinya untuk menghormati jenazah dengan menyediakan sebuah kamar sebagai sebuah proses tradisi. Hingga pada saat ini, tradisi tersebut masih dilakukan oleh masyarakat Nagan Raya, khususnya masyarakat Gampong Alue Tho.
Reuhab merupakan kamar yang dianggap sacral oleh masyarakat Nagan Raya, khususnya Alu Tho ketika seseorang meninggal dunia. Tradisi ini dilakukan setiap terjadi peristiwa kematian. Hal ini karena tradisi reuhab dianggap wajib oleh masyarakat untuk dilakukan setelah empat perkara wajib.


DAFTAR PUSTAKA
Aslam Nur, Tradisi Reuhab dalam Adat Kematian, (Banda Aceh : BPNB, 2014).
Darwis A.Soelaiman, Komplikasi Adat Aceh, ( Banda Aceh : PUSMA, 2011),



[1] Aslam Nur, Tradisi Reuhab dalam Adat Kematian, (Banda Aceh : BPNB, 2014), hal : 14.
[2] Darwis A.Soelaiman, Komplikasi Adat Aceh, ( Banda Aceh : PUSMA, 2011), hal : 210.
[3] Darwis A.Soelaiman, Komplikasi Adat Aceh, ( Banda Aceh : PUSMA, 2011), hal : 211.
[4] Aslam Nur, Tradisi Reuhab dalam Adat Kematian, (Banda Aceh : BPNB, 2014), hal : 30.
[5] Aslam Nur, Tradisi Reuhab dalam Adat Kematian, (Banda Aceh : BPNB, 2014), hal : 35.
[6] Aslam Nur, Tradisi Reuhab dalam Adat Kematian, (Banda Aceh : BPNB, 2014), hal :38.
[7] Aslam Nur, Tradisi Reuhab dalam Adat Kematian, (Banda Aceh : BPNB, 2014), hal : 48.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKNA SYAIR PERAHU

Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Modern II MAKNA SYAIR PERAHU DI SUSUN O LEH: Yuni Saputri   ( 140501008 ) Pembimbing : Imam Juwaini UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA PRODI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM TAHUN AJARAN 2016/2017 MAKNA  SYAIR  PERAHU  KARANGAN  HAMZAH  FANSURI 1.       Inilah gerangan suatu madah Mengarangkan syair terlalu indah Membetulkan jalan tempat berpindah, Disanalah Iā€™tikaf di perbetul sesudah Maknanya : penulis yaitu Hamzah Fansuri ingin menyajikan sebuah syair dengan kata-kata indah  yang berisikan tentang perjalanan hidup manusia mencapai pulai kemenangan yaitu akhirat dan bagaimana membenahi iman agar ketika kita mengarungi jalan tersebut , kita  melaluinya dengan  sebaik-baiknya. Nilai yang terkandung dalam bait ini adalah nilai tauhid. 2.       Wahai muda, kenali dirimu, Ialah perahu...

PERADABAN LEMBAH SUNGAI EUFRAT

Makalah Sejarah Dunia Peradaban Lembah Sungai Eufrat DI SUSUN O LEH: Yuni Saputri   ( 140501008 ) Pembimbing : Asmanidar, M.A UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA PRODI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM TAHUN AJARAN 2015/2016   BAB  I : PENDAHULUAN A.     Latar  Belakang  Masalah Peradaban berasal dari kata adab yang dapat di artikan sopan, berbudi pekerti, luhur, mulia,berakhlak, yang semuanya menunjuk pada sifat yang tinggi dan mulia. Peradaban adalah  perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia sebagai pendukung dari kebudayaan tersebut.  Artinya peradaban muncul ketika manusia telah mencapai tingkat pemikiran tertinggi dari suatu bangsa. Tidak semua bangsa di dunia ini mencapai titik peradaban tersebut. Karena suatu bangsa yang telah mencapai peradaban di cirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan seni yang telah maju. ...

PENGARUH ISLAM TERHADAP KEBUDAYAAN INDONESIA

Makalah Sejarah Dan Kebudayaan Indonesia PENGARUH ISLAM TERHADAP KEBUDAYAAN INDONESIA DISUSUN O LEH: Yuni Saputri   (140501008 ) Marzatil Husna ( 140501009 ) Pembimbing : M.Yunus PRODI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR RANIRY TAHUN AJARAN 2015/2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan berkat rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pengaruh Islam Terhadap Kebudayaan Indonesia ini dengan baik meskipun masih banyak kekurangan didalamya. Dan kami juga berterima kasih pada dengan mata kuliah Sejarah Dan Kebudayaan Indonesia yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi pe...