Makalah
Pengantar Ilmu Budaya Dan Humaniora
DI SUSUN OLEH:
Yuni Saputri ( 140501008 )
Tugas Individu ( Resume Buku )
Manusia dan Fenomena Budaya
( Menuju Perspektif
Moralitas Budaya )
Pembimbing :
Iman Juwaini M.Hum
PRODI SEJARAH
KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB
DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI AR RANIRY
TAHUN AJARAN
2014/2015
RESUME BUKU
JUDUL : MANUSIA DAN FENOMENA
BUDAYA ( Menuju Perspektif
Moralitas Agama
)
PENULIS : Drs. SUJARWA, M. Hum
CETAKAN : ke III
TAHUN TERBIT : Juli 2005
PENERBIT : Pustaka Pelajar Offset
TEMPAT TERBIT : Yogyakarta
JUMLAH HALAMAN:
206 halaman
BAB 1
PENDAHULUAN: BUDAYA
DASAR UNTUK MANUSIA BARU
Buku
ilmu budaya dasar ini menyajikan kajiannya pada kehidupan sehari-hari yang
dialami oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sifat keilmuannya bertolak
pada pandangan agama, filsafat sejarah, dan estetika. Meskipun tidak semua
prinsip keilmuan tersebut dapat diasah, namun diharapkan dapat mempertahankan
rasio. Rasionalisme yang dimaksud adalah kebenaran ilmiah yang berlandasan pada
bidang ilmu masing-masing.
Buku
ini disusun didasarkan oleh tiga masalah pokok terkait dengan perkembangan
bangsa Indonesia dimasa kini, antara lain : pertama, keberadaan bangsa
Indonesia yang beragam terdiri dari perbedaan agama, suku bangsa, agana dan
sebagainya yang rentan terhadap terpecah-belahnya bangsa. Kedua, pembangunan
yang sedang berlangsung menimbulkan perubahan dalam nilai system budaya
sehingga perlu dipersiapkan moralitas bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai
moral berbanga yang manusiawi dan berakhlak tinggi. Ketiga, kemajuan di bidang
IPTEK mampu memudahkan intensitas antar suku bangsa maupun dengan dunia luar
yang tidak semuanya menguntungkan, sehingga dipersiapkan mentalitas moral
masyarakat yang berakhlak tinggi.
Pengertian
ilmu budaya dasar ( basic humanities ) adalah usaha yang diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang
dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan
mempelajari Manusia dan Fenomena Budaya diharapkan seseorang akan menjadi lebih
manusiawi, berbudaya, dan lebih halus dalam berperilaku dan tutur bahasanya.
Dengan begitu lahirlah manusia yang professional dan memahami segala bidang
tidak hanya bidangnya saja. Komponen utama dalam mengkaji Manusia dan Fenomena
Budaya ada empat, yaitu : filsafat, teologi, sejarah, dan seni. Sedangkan
pendekatan yang dipakai adalah Pengetahuan Budaya ( the humanities ), yaitu
suatu pendekatan yang digunakan untuk mempelajari masalah manusia dan
kebudayaan. Pengetahuan budaya tersebut dibatasi sebagai pengetahuan yang
mencakup keahlian, ( disiplin ) filsafat, teologi, sejarah dan seni.
Adapun
kajian dalam buku ini meliputi delapan pokok pembicaraan. Pertama, manusia dan
cinta kasih. Kedua, manusia dan keindahan. Ketiga, manusia dan penderitaan.
Keempat, manusia dan keadilan. Kelima, manusia dan pandangan hidup. Keenam,
manusia dan tanggung jawab. Ketujuh, manusia dan kegelisahan. Kedelapan,
manusia dan harapan.
BAB II
PEMAHAMAN TENTANG ILMU
HUMANIORA
Kebudayaan
= cultuur ( Bahasa Belanda ), culture ( Bahasa Inggris ) berasal dari Bahasa
latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan
mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Bertolak dari arti
tersebut, kemudian kata culture ini berkembang pengetiannya menjadi ā segala
daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam ā. Kata kebudayaan
berasal dari Bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang
berarti budi atau akal. Dengan demikian ā ke-budaya-anā dapat diartikaan
sebagai āhal-hal yang bersangkutan dengan akalā. Ada sarjana lain yang mengupas
kata ābudayaā sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk ābudi-dayaā, yang
berarti daya dan budi. Karena itu, mereka membedakan pengertian ābudayaā dengan
kebudayaan. Budaya adalah ādaya-budiā yang berupa cipta, karsa, dan rasa,
sedangkan ākebudayaanā adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu.
Para
ilmuan juga turut menarik defenisi dari kata kebudayaan itu sendiri, namun
semuanya berprinsip sama yaitu mengakui adanya ciptaan manusia, meliputi
perilaku dan hasil kelakuan manusia, yang diatur oleh tatakelakuan dan
diperoleh dengan belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Kesimpulannya bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai
kesempurnaan hidup.
Kebudayaan
adalah keseluruhan system gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk
memenuhi kehidupan hidupnya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam
kehidupan masyarakat. Adapun wujud kebudayaan itu sendiri para ilmuan besepakat
ada tiga macam : pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Kedua,
wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan bepola dari
manusia dalam masyarakat. Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil
karya manusia.
Semua
bentuk kebudayaan yang ada didunia ini memiliki kesamaan unsur yang bersifat
universal. Dalam hal ini Koentjoriningrat menyebutkan ada tujuh unsur
kebudayaan yang bersifat universal, yaitu : 1. System religi dan upacara
keagamaan: 2. System dan organisasi masyarakat; 3. System pengetahuan; 4.
Bahasa; 5. Kesenian; 6. System mata pencaharian hidup; 7. System teknologi dan
peralatan. Keterangan tersebut menandakan bahwa kebudayaan manusia itu hanya
dapat diperoleh dalam anggota masyarakat, yang dalam pewarisannya mungkin
diperoleh dengan cara belajar. Adapun wujud kebudayaan bersifat material (
jasmaniah ) dan nonmaterial ( rohaniah ). Kesimpulan ini sekaligus
memperlihatkan adanya perbedaan pokok antara diri manusia dan hewan,
diantaranya: 1. Kelakuan manusia diakui oleh akalnya sedangkan hewan oleh
nalurinya; 2. Sebagian besar kehidupan manusia dapat berlangsung dengan bantuan
peralatan sebagai hasil kerja akalnya sedangkan hewan pada fisiknya; 3.
Perilaku manusia didapat dan dibiasakan melalui proses belajar mengajar,
sedangkan hewan melalui proses nalurinya; 4. Manusia memiliki alat komuniksi
berupa Bahasa sedangkan hewan tidak; 5. Pengetahuan manusia bersifat akumulatif
karena masyarakatnya yang berkembang dan telah mempunyai system pembagian
kerja; 6. System pembagian kerja manusia
jauh lebih kompleks daripada hewan; 7. Masyarakat manusia sangat beraneka
ragam, sedangkan hewan bersifat tetap.
System
budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat manusia tidak lepas dari
nilai-nilai yang telah dibangunnya sendiri. Berbagai bentuk niai-nilai budaya
tersebut sangan berpengaruh bagi kehidupan masyarakatnya. Karena nilai-niai
budaya itu merupakan konsep-konsep yang hidup didalam alam pikiran sebagian
besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai,
berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu
pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat
tadi. Nilai-nilai tersebut ada yang berpengaruh langsung, dan ada pula yang
berpengaruh tidak langsung terhadap kahidupan manusia. Menurut Kluckhoun dalam
Koentjoroningrat ( 1981:191-193 ) dijelaskan, bahwa semua system nilai budaya
dalam kebudayaan didunia sebenarnya mengenal lima masalah pokok dalam kehidupan
manusia. Kelima masalah pokok itu adalah : masalah hakikat dari hidup manusia (
makna hidup/MH ), masalah hakikat dari karya manusia ( makna atau fungsi
kerja/MK ), masalah hakikat dan kedudukan manusia dalam ruang dan waktu ( makna
ruang-waktu/MW ), dan masalah hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitar
( makna alam/MA ).
Menurut
Van Peursen ( 1976:18 ), perkembangan kebudayaan dapat dibagi atas tiga tahap :
pertama tahap mistis, kedua tahap ontologis, ketiga tahap fungsional. Yang di maksud
tahap mistis adalah tahap dimana manusia merasakan dirinya terkepung oleh
kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, yaitu kesuburan dewa-dewa alam raya atau
kekuasaan kesuburan, seperti yang dipentaskan dalam mitologi-mitologi
kebudayaan primitive. Kecendrungan bersifat mistis seperti ini masih sering
dijumpai di daerah-daerah yang tingkat modernitasnya rendah.
Tahap
kedua disebut tahap ontologis ialah sikap manusia yang tidak lagi hidp dalam
kepungan kekuasaan mistis, tetapi secara bebas ingin meneliti segala
hal-ikhwal. Manusia mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang pada masa lalu
dunia mistis merupakan kepungan bagi dirinya. Manusia pada tahap ini mulai
menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar segaa sesuatu ( ontology ).
Tahap seperti ini berkembang pada daerah-daerah berkebudayaan kuno yang
dipengaruhi oleh filsafat dan ilmu.
Tahap
ketiga adalah tahap fungsional, yaitu sikap yang menandai manusia modern.
Manusia pada tahap ini tidak lagi terpesona dengan lingkungannya dan kepungan
kahidupan mistia, juga tidak lagi dengan kepala dingin mengambil jarak terhadap
objek yang menjadi objek penyelidikannya ( sikap ontologis ). Manusia pada
tahap ini berusaha mengadakan relasi-relasi baru.
Ketiga
tahapan tersebut memiliki hal-hal yang bersifat positif juga memiliki segi-segi
yang bersifat negative apabila ā mempunyai tekanan yang berlebihan ā. Pada
tahap mistis, ada usaha untuk menguasai orang lain atau proses alam dengan ilmu
sihir. Dalam tahap ontologis akan menciptakan budaya yang subtansial, yaitu
menjadikan manusia dan nilai-nilainya menjadi semacam benda, barang-barang atau
substansi-substansi yang terpecah lepas dari satu dengan yang lainnya.
Sedangkan pada tahap fungsional akan
terjadi kecendrungan yang sifatnya operasionalisme, budaya yang saling
memperlakukan manusia sebagai buah-buah catur, nomor-nomor dalam seberkas
kartu-kartu arsip. Dalam kebudayaan seperti itu ada kecendrungan menjadikan
manusia sebagai sekrup dalam sebuah birokrasi raksasa, sebuah slogan pada
spanduk, seekor burung hantu yang tersilau lampu-lampu iklan malam hari, dan
sebagainya.
BAB III
MANUSIA DAN
CINTA KASIH
Secara sederhana cinta bisa dikatakan sebagai paduan rasa
simpati antara dua makhluk, yang tidak hanya terbatas antara wanita dan pria.
Cinta juga bisa diibaratkan sebagai seni sebagaimana halnya bentuk seni
lainnya, maka diperlukan pengetahuan dan latihan untuk menanggapi.
Cinta adalah suatu kegiatan, bukan merupakan pengaruh
yang pasif. Salah satu esensi dari cinta adalah adanya kreatifitas dalam diri
seseorang, terutama dalam aspek memberi dan bukan hanya menerima. Kata cinta
mempunyai hubungan pengertian dengan konstruk lain, seperti kasih sayang,
kemesraan, belas kasihan, atau pun dengan aktifitas pemujaan. Secara longgar,
kasih sayang dapat diartikan sebagai perasaan sayang, perasaan cinta, atau perasaan
suka kepada seseorang. Dalam kasih sayang paling tidak dituntut adanya dua
belah pihak yang terlibat didalamnya, yaitu seseorang yang mencurahkan perasaan
sayang, cinta atau suka, dan seseorang yang memperoleh curahan kasih sayang,
cinta dan suka. Dalam pengalaman hidup sehari-hari, kehidupan seseorang akan
memiliki arti jika mendapatkan perhatian dari orang lain. Jika demikian,
perhatian merupakan salah satu unsur dari kasih sayang.
Kemesraan adalah hubungan akrab antara pria dan wanita
atau suami istri. Atau dengan kata lain, kemesraan merupakan perwujudan kasih
yang telah mendalam. Pemujaan adalah perwujudan cinta manusia kepada Tuhan.
Pemujaan kepada Tuhan ini adalah inti, nilai, dan makna kehidupan yang
sebenarnya. pemujaan merupakan implementasi dan pengakuan manusia atas
kebesaran Tuhan.
BAB IV
MANUSIA DAN
KEINDAHAN
Keindahan, keserasian, renungan dan kehalusan setiap hari
dialami dan dinikmati oleh manusia. Semakin tinggi pengetahuan seseorang,
semakin besar pula hasrat dan keinginan seseorang untuk menghargai keindahan.
Penghayatan arti dan fungsi keindahan itu berarti akan memperluas wawasan,
pandangan, penalaran, dan persepsi calon sarjana. Keindahan berasal dari kata
indah artinya bagus, permai, cantik, elok, molek, dan sebagainya. Benda yang
mempunyai nilai keindahan adalah hasil seni, pemandangan alam, manusia, rumah,
suara, warna, dan seterusnya. Keindahan adalah identik dengan kebenaran.
Keduanya mempunyai nilai sama yaitu abadi dan mempunyai daya tarik yang selalu
bertambah. Keindahan juga bersifat universal artinya tidak terikat oleh selera
perorangan, waktu dan tempat, selera mode, keberadaan atau lokal.
Keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti
halnya nilai moral, nilai ekonomi, nilai pendidikam, dan sebagainya. Nilai yang
berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan
disebut nilai estetik. Sesuai dengan sifat kehidupan yang menjasmani dan
merohani, maka kehendak atau keinginan manusia itu pun bersifat demikian, yang
jumlahnhya tidak terbatas. Adapun jika dilihat dari tujuannya, satu hal yang
sudah pasti, yakni untuk menciptakan kehidupan yang menyenangkan, yang
memuaskan hatinya. Yang mampu
menyenangkan atau memuaskan hati setiap makhluk adalah sesuatu yang indah dan
yang baik. Jadi, keindahan pada hakikatnya merupakan dambaan setiap manusia,
karena dengan keindahan manusia merasa nyaman hidupnya.
Keindahan yang sebenarnya adalah keindahan yang muncul
dari persepsi akal dan budi. Adapun keindahan yang muncul dari dorongan nafsu
merupakan keindahan semu. Supaya seseorang tidak terjerumus dalam keindahan
semu maka harus selalu mempertemukan keindahan subjektif dengan keindahan
objektif. Ia harus berupaya mempertemukan selera atau minat orang yang
bersangkutan dengan selera atau minat akal budinya.seseorang disebut sebagai
orang yang berpribadi mulia, bila orang tersebut memiliki rasa keindahan atau minat yang
cenderung objektif. Keobjektifan seseorang dapat muncul jika sanubarinya telah
tertanam niatan budi pekerti yang memang baik.
BAB : V
MANUSIA DAN
PENDERITAAN
Penderitaan
berarti menahan atau menangggung sesuatu yang tidak menyenangkan, baik itu
secara lahir maupun batin. Penderitaan tidak pernah dipisahkan dari kehidupan manusia,
yang berupa keluh kesah, kesengsaraan, kelaparan, kekenyangan, kepanasan, dan
lain-lain. dengan mempelajari kasus-kasus penderitaan manusia, berarti belajar
tentang sikap, nilai, harga diri, ketamakan, dan kesombongan manusia. Semua itu
bermanfaat untuk memperdalam dan memperluas persepsi, tanggapan, wawasan, dan
penalaran bagi yang mempelajarinya.
Penderitaan
termasuk juga didalamnya kata-kata siksaan. Siksaan didapat manusia baik ketika
didunia maupun setelah berada di alam baka yang ditujukan bagi orang-orang yang
tidak mentaati perintah Tuhan. Ketika mengalami siksaan yang terasa adalah rasa
sakit. Rasa sakit adalah rasa yang tidak
enak bagi si penderita. Rasa sakit dapat
menimpa siapa saja, tidak memandang kaya-miskin, besar-kecil , tua-muda, dan
bodoh-pintar. Penderitaan yang berupa rasa sakit dan siksaan merupakan satu
rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Karena adanya siksaan dan rasa
sakit membuat orang menderita. Dalam pengalaman hidup sehari-hari manusia
dikenal adanya tiga macam rasa sakit, yaitu sakit hati, syaraf atau jiwa, dan
sakit fisik.
Jika
manusia ingat akan dosa maka terbayanglah neraka, sehingga terlintas dalam alam
pikiran manusia adanya siksaan, rasa sakit, dan penderitaan yang hebat. Hal ini
menandakan antara neraka, siksaan rasa sakit, dan penderitaan mempunyai
hubungan sebab-akibat yang tidak dapat dipisah-pisah. Manusia masuk neraka
karena dosa, maka jika berbicara tentang dosa berarti berkaitan juga dengan
kesalahan. Nasib yang kebetulan mambawa manusia pada penderitaan dan siksaan
harus diubah. Akan tetapi, perubahan ini tidak dengan bunuh diri nelainkan
dengan menyesali perbuatan-perbuatan yang semula memang tidak baik, dengan
janji tidak akan mengulanginya lagi.
BAB VI :
MANUSIA DAN KEADILAN
Keadilan
adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengakui hak hidup kita, maka mau
tidak mau kita wajib untuk mempertahankan hak hidup itu dengan bekerja keras
tanpa merugikan orang lain. Sebab orang lain pun memiliki hak hidup yang sama
dengan kita. Jadi, keadilan pada dasarnya terletak pada keseimbangan atau
keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban.
Setiap
harinya kehidupan manusia selalu dihadapkan dengan masalah keadilan dan
ketidakadilan. Oleh karena itu, permasalahan keadilan dan ketidakadilan tidak
pernah surut mengilhami kretivitas manusia untuk berimajinasi. Dalam konteks
keadilan sering erat hubungannya dengan kejujuran dan kecurangan. Kejujuran
adalah jujur, berarti apa yang dikatakan seseorang akan sesuai dengan hati
nuraninya. Jujur dapat pula diartikan seseorang yang bersih hatinya dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Orang yang menepati
janji atau menepati kesanggupan, baik yang telah terlahir dalam kata-kata
maupun yang masih dalam hati ( niat ) dapat pula dikatakan jujur. Sedangkan,
bagi orang-orang yang tidak menepati janjinya berarti telah mendustai dirinya
sendiri maka niat yang telah terlahir dalam kata-kata jika tidak ditepati
disebut kebohongan. Kecurangan berarti apa yang dikatakan tidak sesuai dengan
hati nurani. Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin
menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang
yang paling hebat dan senang apabila masyarakat disekelilingnya menderita.
BAB VII
MANUSIA DAN PANDANGAN
HIDUP
Pandangan hidup
terdiri atas cita-cita kebajikan dan sikap hidup. Cita-cita, kebajikan, dan
sikap hidup itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Manusia dapat
berkembang mencapai kemajuan dalam berbagai bidang ilmu karena terdorong oleh
cita-citanya. Dinamika masyarakat akan terwujud dengan adanya cita-cita dan
pandangan hidup tersebut. Setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan
hidup itu bersifat kodrati. Karena itu, ia menentukan masa depan seseorang.
Untuk itu perlu dijelaskan pula apa arti pandangan hidup. Pandangan hidup
artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman dan arahan.
Pendapat atau pertimbangan itu merupakan
hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan
tempat hidupnya.
Pandangan hidup
sangat mutlak diperlukan oleh manusia, dan tentu manusia mempunyai pandangan
hidup. Sebab tanpa pandangan hidup manusia tak punya arah yang jelas, dengan
adanya pandangan hidup manusia mencoba memahami arti kehidupan sekitar. Dengan
demikian, dia berusaha menangkap makna dan tujuan keberadaannya hidup di dunia
ini. Pandangan hidup mencakup cita-cita, kebajikan, keyakinan, usaha dan
perjuangan. Yang menjadi pegangan arah hidup manusia.
BAB VIII
MANUSIA DAN TANGGUNG
JAWAB
Tanggung
jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya, baik yang
disengaja maupun yang tidak disengaja. Dengan begitu, tanggung jawab dapat
diartikan berbuat sesuatu sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab, karena manusia
disamping sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk
Tuhan. Manusia dituntut untuk bertanggung jawab, karena ia mementaskan sejumlah
peran dalam konteks sosial, individual, dan teologis.
Macam-macam
tanggung jawab adalah, tanggung jawab pribadi terhadap diri sendiri, tanggung
jawab kepada keluarga, tanggung jawab kepada masyarakat, tanggung jawab kepada
bangsa dan Negara, dan tanggung jawab kepada Tuhan. Rasa tanggung jawab
tersebut harus diiringi oleh rasa pengabdian dan dilandasi oleh kesadaran.
BAB IX
MANUSIA DAN KEGELISAHAN
Gelisah
artinya resah, rasa tidak tentram, rasa selalu khawatir, tidak tenang, tidak
bisa sabar, cemas, dan sebagainya. Kegelisahan
berarti perasaan gelisah, khawatir, cemas, dan takut. Siapapun orangnya suatu
saat pasti pernah merasakan hal-hal serupa. Mengapa semua ini harus terjadi
pada diri manusia ? alasan mendasar, karena manusia memiliki hati dan perasaan.
Sebagian kegelisahan tersebut
disebabkan oleh rasa takut akan kehilangan hak, nama baik, maupun ancaman dari
luar dan dari dalam. Meskipun hal tersebut kadang-kadang tidak didasari oleh
sebab-sebab yang jelas. Perasaan-perasaan semacam ini dalam kehidupan manusia silih
berganti dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Orang yang sedang gelisah hatinya
tidak tentram, merasa khawatir, cemas, dan seagainya. Bentuk kegelisahan bisa
berupa keterasingan, kesepian, dan ketidakpastian hidup.
BAB X
MANUSIA DAN HARAPAN
Harap
artinya suatu keinginan, permohonan,
atau penantian. Adapun kata harapan itu
sendiri dapat diartikan sebagai suatu keinginan yang belum terwujud dan
diupayakan agar terwujud. Setiap orang memiliki harapan sendiri-sendiri.
Manusia yang tiada harapan dalam hidupnya tidak ada artinya sebagai manusia.
Manusia yang tidak mempunyai harapan berarti tidak diharapkan lagi
keberadaannya. Secara kodrati dalam diri manusia memiliki dorongan-dorongan,
yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.
Harapan
dapat dikatakan sebagai fenomena yang sifatnya universal. Artinya, keberadaan
harapan yang berkembang dalam diri manusia itu merupakan sesuatu yang wajar,
dimanapun mereka berada. Setiap manusia tidak peduli latar belakangnya, mereka
mempunyai keinginan untuk terpenuhi segala harapan yang ada pada dirinya.
Harapan
harus juga dilandasi oleh kepercayaan. Kepercayaan itu sendiri dapat diartikan
sebagai hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan tentang
kebenaran. Dengan demikian dasar kepercayaan adalah kebenaran. Pemahaman dan
kepercayaan setiap individu merasa pasti, bahwa tujuan hidupnya untuk
kebahagiaan yang sempurna tidak sekedar terdapat didunia ini melainkan ada
didunia lain yang lebih abadi yaitu akhirat ( dunia setelah mati ). Keyakinan
itu berdampak pada kehidupan manusia untuk membawa kehidupan didunia menuju
kedamian akhirat. Untuk itu, manusia dituntut agar berbuat menyesuaikan diri
dengan tuntutan keyakinannya terhadap Tuhan, tetapi ada kecenderungan manusia
dilupakan oleh kehidupan dunia.
Komentar
Posting Komentar